“Sebenarnya tempat sadranan itu di makam tetapi karena kondisi tempat yang tidak mampu, karena kebetulan makamnya ada 3, terpaksa dilaksanakan di Pasar Saren ini,” kata Hadi.
BACA JUGA : Soal Libur Sekolah Saat Ramadan, Ustaz Adi Hidayat: Jangan Hentikan Proses Belajar
BACA JUGA : Titiek Soeharto Kunjungi Pasar Beringharjo Yogyakarta, Pantau Harga Kebutuhan Pokok
Hadi menambahkan jumlah keluarga ahli waris yang datang cukup banyak karena ada juga beberapa warga yang datang dari luar daerah untuk meluangkan waktu mengikuti tradisi ini.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Sedyo Utomo, Sugeng Wahyudi mengatakan, tradisi nyadran telah dilakukan masyarakat Saren scara turun temurun. Bahkan, tradisi ini telah dilakukan sejak dirinya masih kecil.
Lokasi pasar sebagai tempat nyadran dilakukan sebagai aktivitas berkumpulnya para masyarakat, sehingga bisa melakukan tradisi nyadran ini. Bahkan aktivitas pasar Saren hanya digelar saat penanggalan Jawa, yaitu Pahing dan Kliwon.
"Ini kami lakukan di hari Rabu, kalau pas bertepatan dengan hari libur atau minggu, bisa ribuan warga yang datang," ujarnya.
BACA JUGA : Tahun Ke-9, “Gerakan Masjid Bersih” Digelar di Semarang dan Yogyakarta: Siapkan Masjid Bersih Jelang Ramadan
BACA JUGA : Jaga Stabilitas Harga, Pemkot Yogyakarta Gelar Pasar Murah di 14 Kemantren Jelang Ramadan
Dia berharap, tradisi ini sebagai pengingat untuk warga yang masih usia anak-anak dan remaja, agar selalu menjaga dan melakukan tradisi nyadran sebagai pengingat kepada Tuhan.
Tradisi Nyadran Pasar ini dilakukan setiap tanggal 20 Sya’ban atau dalam penanggalan Jawa disebut dengan bulan Ruwah. Ruwah sendiri berasal dari kata luru arwah yang berarti mengunjungi arwah.