“Masih menyangkal dan takut dengan stigma sosial. Inilah kenapa edukasi dan promosi kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan terus dilakukan, termasuk deteksi dini bagi kelompok berisiko,” imbuhnya.
BACA JUGA : Pemkot Jogja Berkomitmen Akhiri Epidemi HIV / AIDS Pada Tahun 2030 Mendatang
BACA JUGA : Titik Rawan Penyebaran HIV/AID di Brebes Jadi Target Sweepping VCT
Disampaikan Endang, secara medis HIV bisa diselesaikan dengan obat. Namun tantangan yang lebih besar berada di aspek sosiokultural masyarakat.
Itulah kenapa diperlukan juga dukungan dari masyarakat di sekitar ODHIV ikut mendorong mereka mengakses terapi ARV. Hal yang paling mendasar adalah pemahaman tentang imbauan untuk menjauhi virusnya bukan penderitanya.
“Kalau memang melakukan aktivitas berisiko silahkan lakukan VCT atau voluntary counseling and testing di puskesmas maupun rumah sakit. Ketika hasilnya reaktif, harus langsung konsumsi ARV. Semakin cepat HIV dideteksi, maka harapan hidup sehat dan produktif bagi ODHIV bisa semakin tinggi,” ucapnya.
“Di semua puskesmas dan rumah sakit Kota Yogya juga dilakukan test wajib bagi ibu hamil, sebagai langkah penting mencegah penularan HIV pada janin,” sambungnya.
BACA JUGA : Mudahkan Akses Layanan Kesehatan, Dinkes Brebes Sosialisasi PPCP HIV/AIDS
BACA JUGA : Komunitas Lelaki Suka Lelaki Rentan Tertular HIV/AIDS, di Brebes Ditemukan 137 Kasus Baru
Program dengan mengacu prinsip ABCDE pun senantiasa digencarkan. Mulai dari Abstinence atau tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, Be Faithful yakni saling setia pada satu pasangan.
Kemudian, Condom digunakan setiap kali berhubungan seks, lalu Drug No menghindari penggunaan narkoba. Serta Education, untuk mengakses informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.