Faktor lain, jelas Sugeng, adalah karena pemkot juga enggan membuat warganya terusik dengan keberadaan TPST.
Lokasi TPST yang dekat pemukiman warga membuat pemkot harus bekerja dengan penuh kehati-hatian. Salah satunya, membatasi pengangkutan sampah ke TPST.
Salah langkah, kata Sugeng, bisa-bisa warga justru malah menolak keberadaan TPST tersebut. "Tempat ini berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk, kami juga tidak mungkin memproses sampai 24 jam karena ada kebisingan lah ada ini," ucapnya.
3. Klaim Sudah Jauh Lebih Mendingan
Terlepas dari segala kendala itu, Sugeng mengklaim Pemkot Yogyakarta sudah cukup menunjukkan kemajuan dibandingkan saat awal-awal penutupan TPA Piyungan.
BACA JUGA : Kasus Bunuh Diri Meningkat di Kulon Progo, Dinkes Jogja Akan Tingkatkan Skrining Kesehatan Jiwa
BACA JUGA : Jenang Pasar Ngasem Yu Jumilah, Kuliner Jogja yang Jadi Buruan Banyak Wisatawan
Sugeng pun membeberkan buktinya. Antara lain, situasi sampah yang tak lagi terlalu menumpuk di depo-depo.
Selain itu, kata dia, pengambilan sampah sekarang ini sudah bisa dilakukan setiap hari, sementara dahulu memakai sistem penjadwalan atau berkala.
"Yang terpenting kan kami sudah tidak seperti dulu di depo itu sampai menggunung, sekarang kan sudah tiap hari selalu kita kondisikan," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bakal memanggil pejabat Pemkot Yogyakarta dan bahkan mengerahkan tim penyidik serta pengawas lingkungan hidup guna menyelidiki masalah sampah di Kota Yogyakarta.
Dia geram usai melihat tumpukan sampah di Depo Mandala Krida, Senin (18/11/2024) pagi tadi. Menurutnya, pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta semrawut.
Eks Dirjen Planologi KLHK itu pun tak segan akan menyeret pihak yang bertanggung jawab atau lalai atas permasalahan ini ke jalur hukum mengacu pada regulasi pengelolaan sampah.
"Jika terbukti ada pelanggaran, saya akan menyeret pihak yang bersalah ke jalur hukum sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008," kata Hanif.