Saat Belanda masuk ke Indonesia, banyak pengaruh yang sampai kepada masyarakat termasuk para raja. Pengaruh ini menyelam dalam pendidikan yang mengajarkan soal politik dagang, pertanian, bahasa, politik dagang, kebudayaan, dan hukum.
Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah di Yogyakarta dan sampai saat ini yang masih eksistensi terpelihara yaitu SMA Negeri 3 dan SMP Negeri 5.
Lalu pada tahun 1900-1945 yang diketahui sebagai Era Kebangkitan Nasional, kemudian lahirlah Hollands lnlandsche School. Sekolah ini menjadi contoh yang kemudian lahir sekolah-sekolah lain dengan guru dari kerabat keraton dan tokoh agama.
Pembelajaran yang disampaikan pada saat itu adalah tata krama dan budaya, rumah tangga, dan kesejahteraan.
BACA JUGA : Pemkot Yogyakarta Dan Fakultas Farmasi UGM Sepakat Mengembangkan Zona Kesehatan
BACA JUGA : Program M3K Dan Mahananni Inovasi Penataan Kawasan Kumuh Di Yogyakarta
Eksploitasi Belanda pada rakyat menumbuhkan semangat untuk mendirikan lembaga kooperatif dan non-kooperatif seperti Wahidin Sudirohusodo (1852-1916) dan Budi Utomo 1908 yang bergerak pada bidang agama, pendidikan, dan politik.
Sementara sekolah-sekolah yang berdiri di Yogyakarta pada zaman Belanda dan masih bertahan hingga sekarang yaitu Muhammadiyah (1912) dan Perguruan Taman Siswa (1922).
3. Setiap Institusi Pendidikan di Yogyakarta Memiliki Unsur Normatif
Menurut Noeng Muhadjir (1999), pendidikan adalah upaya yang terprogram untuk mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik membantu murid dan satuan sosial, berkembang pada tingkat normatif yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan 5 unsur, yaitu (1) guru/dosen/pamong, (2) murid/siswa/, (3) tujuan baik bagi yang memberi dan yang menerima secara filosofi, (4) metode sebagai proses yang benar dan baik dan (5) konteks positif konteks positif.
BACA JUGA : Kebudayaan Jogja Masih Dilakukan Warga Lokal, Tapi Jarang Diketahui Banyak Orang
BACA JUGA : 5 Universitas Swasta di Jogja yang Menawarkan Kelas Karyawan dengan Biaya yang Murah
Kelima unsur tersebut diabaikan oleh institusi pendidikan di Yogyakarta sehingga mampu memberikan pendidikan yang lebih unggul. Dengan begitu muncul jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelaksanaan pendidikan di Yogyakarta.
4. Keraton Yogyakarta Menciptakan Iklim Akademis yang Berbeda dengan Kota Lain
Predikat kota budaya, kota pariwisata, dan kota perjuangan yang dimiliki Yogyakarta membangun iklim akademis sehingga kian mendukung Yogyakarta untuk disebut sebagai kota pelajar.