Takhta Bukan Sekadar Garis Darah, KGPAA Benowo Ungkap Laku Spiritual dan Warisan PB XIII di Keraton Surakarta

Takhta Bukan Sekadar Garis Darah, KGPAA Benowo Ungkap Laku Spiritual dan Warisan PB XIII di Keraton Surakarta

Jenazah PB XIII diturunkan dari mobil, di tengah ribuan pelayat dan abdi dalem yang memberikan penghormatan terakhir.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id

BANTUL, diswayjogja.id - Suasana di Kompleks Pemakaman Raja-Raja Mataram, Imogiri, terasa lebih dari sekadar duka, Rabu (5/11/2025). 

Di balik keheningan doa dan taburan bunga, terselip aura mistis yang tak bisa dijelaskan dengan logika semata. 

Bagi sebagian kalangan, kematian Sri Susuhunan Pakubuwana XIII bukan sekadar peristiwa keluarga kerajaan, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual yang tak lepas dari laku para raja Jawa.

KGPAA Benowo, adik kandung mendiang, membuka sedikit tabir tentang sisi lain kehidupan di balik tembok Keraton Surakarta Hadiningrat. 

Ia tidak berbicara dengan nada sensasional, melainkan dengan kehati-hatian dan penghormatan terhadap tradisi yang diwariskan turun-temurun.

"Hati-hati, jangan main-main dengan urusan keraton dan kerajaan, karena sangat berbahaya. Kalau bukan jatahnya, risikonya besar,” katanya usai prosesi pemakaman PB XIII.

BACA JUGA : Ribuan Warga Saksikan Perpisahan Pakubuwana XIII, Dari Surakarta ke Imogiri

BACA JUGA : Sri Sultan HB X dan Keluarga Takziah ke Keraton Surakarta, Sampaikan Duka Cita atas Wafatnya PB XIII

Baginya, takhta bukan sekadar kedudukan simbolik, melainkan amanah berat yang membawa konsekuensi spiritual dan batin. 

Ia menyadari bahwa tidak semua orang mampu menanggung beban gaib yang menyertai kehidupan seorang raja.

“Percaya boleh, tidak pun tidak apa-apa. Tapi kalau kuat, silakan jalan. Kalau tidak kuat, ya taruhannya sakit atau bahkan mati. Silakan diartikan sendiri,” ucapnya dengan nada datar, seolah menyiratkan bahwa ada hal-hal yang tak layak diungkapkan terang-terangan.

Ia menilai, hampir semua keturunan Sinuhun Pakubuwono XII memiliki laku masing-masing, istilah Jawa yang merujuk pada keistimewaan batin atau kemampuan spiritual. Namun, tingkatnya berbeda-beda antara satu dengan lainnya.

“Mengenai yang meninggal ini, hampir semua anak Sinuhun itu rata-rata punya laku. Ada yang biasa saja, ada yang luar biasa, ada yang sedang-sedang saja. Kakak saya ini termasuk yang sedang-sedang saja. Tidak terlalu besar pengaruhnya, tapi mungkin karena kedunungan pahyu, dan di samping itu beliau anak laki-laki tertua,” tuturnya.

Ia dengan nada tenang namun jujur, mengakui bahwa gejolak internal di tubuh keluarga besar keraton bukan hal baru. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: