Pakar Hukum dan Komunikasi: Bendera One Piece Adalah Ekspresi Kritis, Bukan Ancaman NKRI

Pakar Hukum dan Komunikasi: Bendera One Piece Adalah Ekspresi Kritis, Bukan Ancaman NKRI

Ilustrasi bendera One Piece sebagai simbol ekspresi kritis warga.--Foto: Int

YOGYAKARTA, Diswayjogja.id — Fenomena pengibaran bendera One Piece di berbagai wilayah dan media sosial Indonesia menjadi perbincangan publik. 

Sejumlah pakar hukum dan komunikasi menilai hal tersebut adalah ekspresi kritis warga, bukan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Mereka juga menegaskan, pemerintah sebaiknya merespons dengan bijak, bukan dengan tindakan represif.

Ekspresi Kritis Warga, Bukan Makar

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman, menanggapi respons pemerintah terhadap maraknya penggunaan simbol tersebut.

BACA JUGA : Pengibaran Bendera One Piece di DIY, Aparat Imbau Warga Utamakan Merah Putih

BACA JUGA : Heboh Bendera One Piece di Jogja: Pemkab Berbeda Sikap, Nasionalisme Jadi Sorotan

Menurutnya, pemasangan bendera One Piece merupakan cara masyarakat menyampaikan keresahan terhadap kondisi negara.

“Menempatkan bendera One Piece itu bagian dari ekspresi kritis warga bangsanya sendiri. Bentuknya bisa beragam tulisan, puisi, mural dan ini salah satunya simbol,” katanya, Jumat (8/8/2028). 

Ia menegaskan, penggunaan simbol tersebut tidak dapat diartikan sebagai upaya menggulingkan pemerintah atau anti-NKRI.

“Itu tidak berarti mereka hendak berbuat makar atau anti-NKRI. Enggak begitu,” ucapnya.

Herlambang menilai pemerintah seharusnya merespons kritik publik secara terbuka, bukan dengan ancaman intimidatif yang justru melanggar hak asasi manusia.

“Kita perlu hati-hati merespons publik dengan ancaman yang intimidatif. Tuduhan makar ini jangan-jangan tidak paham apa itu makar,” tegasnya.

Ia juga mengkritik langkah aparat yang menyita bendera di Tuban dan menghapus mural di Sragen, karena dinilai melanggar hak konstitusional warga.

“Tindakan itu tidak ada dasar hukumnya dan justru mencederai hak warga mengekspresikan kritik,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: