Pengukuhan Guru Besar UGM Siti Murtiningsih, Ungkap Kerangka Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan
Guru Besar FIlsafat Pendidikan UGM, Prof Siti Murtiningsih, dalam pidato pengukuhannya menyampaikan visi transformatif pendidikan dengan merancang kerangka etis pendidikan di era kecerdasan buatan. --Dok. UGM
SLEMAN, diswayjogja.id - Pakar filsafat pendidikan, Prof Siti Murtiningsih, dikukuhkan sebagai Guru Besar Filsafat Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), di Balai Senat UGM, Kamis (20/2/2025).
Dalam pidato pengukuhannya, Murtiningsih menghadirkan kerangka pemikiran komprehensif tentang etika dan implementasi kecerdasan buatan dalam pendidikan di Indonesia.
Dalam pidatonya bertajuk 'Mendidik Manusia Bersama Mesin: Filsafat Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan', Murtiningsih memaparkan pemahaman mendalam terkait karakteristik mesin.
"Mesin, sebagai artefak yang diciptakan oleh manusia, tidak memiliki kesadaran dan intensionalitas. Mesin beroperasi berdasarkan algoritma dan data tetapi tidak memiliki pengalaman subjektif," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan apakah mesin dapat memiliki nilai sering bergantung pada apakah mesin dapat mensimulasikan kesadaran dan intensionalitas seperti manusia secara meyakinkan atau apakah kepemilikan atas nilai sejati itu membutuhkan lebih dari sekadar simulasi.
BACA JUGA : Guru Besar UMY Minta Efisiensi Anggaran Tidak Berdampak Pada Penurunan Pelayanan Publik Dasar
BACA JUGA : Wamenkeu Anggito Abimanyu Dikukuhkan Guru Besar, Bicara Minat Ekonomi Syariah di Indonesia
Guru besar filsafat pendidikan ini menekankan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam pengembangan sistem kecerdasarn buatan.
"Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan sistem kecerdasan buatan, pendekatan desain peka nilai ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem tersebut mencerminkan spektrum pertimbangan etika yang luas. Pendekatan ini mengakui keterbatasan mesin sambil memanfaatkan kemampuan mereka untuk mempromosikan nilai-nilai manusia," ujarnya.
Murtiningsih menggarisbawahi pembaruan kurikulum. Literasi digital, literasi kecerdasan artifisial, dan etika penggunaan mesin dalam dunia pendidikan perlu ditinjau kembali dan masuk dalam kurikulum pendidikan baru. Kebijaksanan ini diperlukan untuk menangani masalah etis, menghindari praktik data yang invasif, dan menolak komodifikasi pendidikan ‘gaya bank’.
Dalam menguraikan visi transformasi pendidikan, Prof Murtiningsih menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan.
BACA JUGA : Guru Besar Ekonomi Politik Internasional UMY: Indonesia Perlu Jadi “Teman Baik” Amerika-China
BACA JUGA : Kembali Kukuhkan Lima Guru Besar, Rektor UNY Sebut ini Momentum Tepat untuk Dorong Pengembangan Penelitian
"Pembelajaran kolektif yang dimaksudkan adalah merancangkan keterlibatan AI agar mendorong interaksi yang lebih bermakna antara guru dan murid. Literasi digital, literasi kecerdasan artifisial, dan etika penggunaan mesin dalam dunia pendidikan perlu ditinjau kembali dan masuk dalam kurikulum pendidikan baru," katanya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: